Modernis.co, Malang – Dunia perkuliahan adalah dunianya para remaja dengan segala gejolak yang membara, baik gejolak asmara, tenaga, aktivitas/kreativitas, dan gejolak pemikirannya. Semua gejolak atau percikan bara api yang hendak menjalar bagai jamur tersebut sangat perlu untuk segera di ejahwantahkan dan dituntaskan, agar tidak terlampiaskan kepada hal yang mengarah kepada keruskan, baik kerusakan terhadap diri secara pribadi maupun orang lain.
Dorongan semangat yang begitu besar terhadap suatu persoalan sangat kental ditemukan pada dunia dan karakter mereka, dapat dilihat manakala mereka selalu mengklaim dirinya sebagai agen of change, Sosial of Control/Agen of Control (pengontrol dalam masyarakat/agen perubahan) dengan sikap untuk menjadi Iron Stock (pemimpin berikutnya).
Untuk menuju pada aktualisasi klaim tersebut, tentu mereka harus mengorbankan apa-apa yang mereka punya, terutama waktu, pikiran dan tenaga harus dijadikan tumbal dalam ritual aktivitas yang mereka tekuni dalam kesehariannya. Aziz Pranata, (ketua umum IMM Komisariat Tamaddun FAI) menyatakan;
Jika ingin akademis baik maka korbankan pergaulan organisasimu, jika ingin pergaulan organisasimu baik maka korbankan akademismu, tapi, jika kau ingin kedua-duanya baik maka korbankanlah dirimu. Mengorbankan diri disini sudah meliputi berbagai macam hal yang terdapat dalam diri dan yang berkaitan erat dengannya.
Apalagi sebagai pemuda yang dualisme, pembela kaum tertindas dan pengontrol ranah sosoial yang berjalan bersamaan dengan perkuliahan guna sesegera mungkin untuk menuntaskan masalah akademiknya, tentu harus mengorbankan lebih banyak dari mereka-mereka yang hanya menekuni satu atau yang hanya aktiv pada perkuliahan semata.
Walaupun demikian semua paham dan perspektif seperti itu bukanlah sesuatau yang lumrah mutlak tanpa bisa berubah dan di ganggu-gugat, karena berbeda halnya apabila para remaja sudah terlalu mendalami dunia asmara yang membuat mereka terlena serta merusak konsentarasi dalam beraktivitas.
Semua semangat dan dorongan itu juga bisa berubah dan beralih pada sikap yang apatis, hedonis, pragmatis dan kuliah, pulang, keluyuran (KPK) karena arus atau terlampau terlena terhadap dunia percintaan (asmara) dan dramatis secara mendalam.
Bukan hanya aktivitas eksternal kampus seperti organisai dan pergaulan di lingkungan sekitar saja yang akan terhambat apabila salah dalam memahami dan menjiwai persoalan asmara tersebut, bahkan secara internal akademik akan kacau dan berdampak pada pengulangan mata kuliah dan rusaknya nilai IP, serta yang paling parah ialah kuliahnya sampai terhenti.
Semua itu bisa ditimbulkan oleh persoalan asmara dengan besarnya rasa saling cinta dan mencintai hingga saling ingin memiliki yang memang sangat sulit dihindari kedatangannya. Apalagi pada masa-masa perkuliahan, perkembangan dan masa pertumbuhan kedewaaan ini, karena pada masa ini jiwa dan karakter seseorang akan lebih condong mengarah kesana.
Terlebih lagi jikalu ditambah dengan mudahnya, mereka sering memandang dan bergaul dengan lawan jenis yang terdapat di lingkunagn kampus hingga ruang kelas dalam kesehariannya. Termasuk juga dakam pergaulan keorganisasian. Hal ini menjadi pupuk yang seketika mampu mengsuburkan pertumbuhan perasaan, mendukung serta menambah kuat dorongan terhadap realisasi cinta dari dalam diri
Sebagai mahasiswa yang memiliki peranan yang urgent dalam kehidupan sosial dan kehidupan bernegara, terutama mahasiswa yang aktif beproses di dunia organisai sembari menjalankan kuliahnya yaitu yang diklaim sebagai aktivis atau intelektual organik, harus pandai untuk mengontrol dan menempa pola pikir sebagai tameng;
Guna membendung kerasukan dunia asmara. Agar kedepannya tidak terjadi tantangan pada psikis yang menimbulkan setres, frustasi, dan depreseasi hanya karena kecewa akibat putus cinta. Karena persoalan asmara adalah ujian yang menantang pergerakan aktivis terhadap kejemudan.
Kalau memang tidak memungkinkan untuk dihindari kedatangan rasa dan romantika asmara tersebut, maka sebagai aktivis yang berintelektual tinggi harus tau langkah terbaik untuk menyambut, menerima, serta menjamu kedatangannya sebagai pendukung dalam mengoperasionalisasikan cita-cita dan tujuan.
Sebagaimana kutipan dalam Filsafat Kehidupan: Bekerja dengan rasa cinta, berarti menyatukan diri dengan diri kalian sendiri, menyatukan diri dengan diri orang lai, dan dengan tuhan. Lalu bagaimanakah bekerja denga rasa cinta itu, ibarat menenun kain dengan benang yang ditarik dari lubuk hati dan jantungmu, seolah-olah kekasihmulah yang kelak akan memakai kainnya.
Dengan itu, sejatinya cinta tidaklah merusak apalagi melemahkan, akan tetapi cinta itu membentuk dan menguatkan. Lakukanlah semua hal dengan cinta dan kasih semua akan terasa indah, lakukanlah semua hal dengan kesabaran dan keikhlasan maka semua akan menjadi mudah. (Yusuf Mansur).
Buanglah pikiran negatif dan berjuanglah dengan cinta, buatlah kata-kata motivasi hidup yang terbaik untuk menemanimu berbahagia, karena dari motivasi yang baik kesuksesan akan muncul sebagaiman yang pernah dikatakan Aristoteles: bersenag-senanglah dalam pekerjaan anda, kesenangan dalam pekerjaan akan menbuat kesempurnaan pada hasil yang dicapai.
Maka jagalah pikiran dengan kemampuan memposisikan setiap persoalan dengan positif, karena, intelktual sejati ialah mereka yang mampu menjaga pikirannya sendiri (Fahra Ahsaniah).
Dari sini bisa kita tarik satu sudut pandang, sebagai pemuda yang memang terdorong untuk mengaktualisasikan rasa cinta, agar tidak menghambat tujuannya dalam membela kaum mustad‘afin dan masalah akademiknya, maka, tinggal menjadikan cinta dan kesenangan untuk meraih hasil yang maksimal dan setiap tindakan da tujuan.
Terlebih lagi kalau hanya memiliki kecerdasan tanpa didampingi rasa cinta maka itu sangat berbahaya, sementara cinta tanpa kecerdasan tidak cukup, (Habibie). Serta;
Kerja adalah wujud nyata cinta. Bila kita tidak dapat bekerja dengan kecintaan, tapi hanya dengan kebencian, lebih baik tinggalkan pekerjaan itu. Lalu, duduklah di gerbang-gerbang rumah ibadat, dan terimalah derma dari mereka yang bekerja penuh suka cita, (filsfat Kehidupan).
*Oleh Syarif R. S. (Kader IMM Komisariat Tamaddun FAI UMM)